Kamis, 23 Februari 2012

Keutamaan Siwak


Termasuk sunnah yang paling sering dan yang paling senang dilakukan oleh Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah bersiwak. Siwak merupakan pekerjaan yang ringan namun memiliki faedah yang banyak baik bersifat keduniaan yaitu berupa kebersihan mulut, sehat dan putihnya gigi, menghilangkan bau mulut, dan lain-lain, maupun faedah-faedah yang bersifat akhirat, yaitu ittiba’ kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan mendapatkan keridhoan dari Allah subhanahu wa ta’ala. Sebagaimana sabda Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
السِّوَاكَ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِّ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ (رواه أحمد(
Siwak merupakan kebersihan bagi mulut dan keridhoan bagi Rob.” (HR. Ahmad, Irwaul Gholil no 66)
Oleh karena itu, Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam begitu bersemangat melakukannya dan sangat ingin agar umatnya pun melakukan sebagaimana yang beliau lakukan, hingga beliau bersabda :
لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلىَ أُمَّتِي َلأَمَرْتُهُمْ باِلسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ وُضُوْءٍ
Kalau bukan karena akan memberatkan umatku maka akan
kuperintahkan mereka untuk bersiwak setiap akan wudlu.” (Hadits riwayat Bukhori dan Muslim, Irwaul Gholil No 70)
لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلىَ أُمَّتِي َلأَمَرْتُهُمْ باِلسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَّلاَةٍ
Kalau bukan karena akan memberatkan umatku maka akan kuperintahkan mereka untuk bersiwak setiap akan sholat.” (HR. Bukhori dan Muslim, Irwaul Gholil No 70)

             Ibnu Daqiqil ‘Ied menjelaskan sebab sangat dianjurkannya bersiwak ketika akan sholat, “Rahasianya yaitu bahwasanya kita diperintahkan agar dalam setiap keadaan ketika bertaqorrub kepada Allah, kita senantiasa dalam keadaan yang sempurna dan dalam keadaan bersih untuk menampakkan mulianya ibadah”. Dikatakan bahwa perkara ini (bersiwak ketika akan sholat) berhubungan dengan malaikat karena mereka terganggu dengan bau yang tidak enak.
Dan ternyata Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak hanya bersiwak ketika akan sholat saja, bahkan beliau juga bersiwak dalam berbagai keadaan. Diantaranya:

Ketika masuk ke rumah
رَوَى شُرَيْحٌ بْنُ هَانِئِ قَالَ سَأَلْتُ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا بِأَيِّ شَيِءٍ يَبْدَأُ النَّبِيُّ إِذَا دَخَلَ بَيِتَهُ ؟ قَالَتْ بِالسِّوَاكِ رواه مسلم
Telah meriwayatkan Syuraih bin Hani, beliau berkata :”Aku bertanya kepada ‘Aisyah : “Apa yang dilakukan pertama kali oleh Rosulullah jika beliau memasuki rumahnya ?” Beliau menjawab :”Bersiwak”. (HR. Muslim, Irwaul Gholil no 72)

Atau ketika bangun malam
عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : كَانَ رَسُوْلُ اللهِ إِذَا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ يَشُوْسُ فَاهُ بِالسِّوَاكِ
Dari Hudzaifah ibnu Al Yaman radhillahu ‘anhu, dia berkata : “Adalah Rosulullah jika bangun dari malam dia mencuci dan menggosok mulutnya dengan siwak”. (HR. Bukhori)

Dalam keadaan apapun
Sesuai dengan hadits di atas (السِّوَاكَ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِّ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ). Dalam hadits ini Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memutlakkannya dan tidak mengkhususkannya pada waktu-waktu tertentu. Oleh karena itu siwak boleh dilakukan setiap waktu, sehingga tidak disyaratkan hanya bersiwak ketika mulut dalam keadaan kotor .
Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sangat bersemangat ketika bersiwak, sehingga sampai keluar bunyi dari mulut beliau seakan-akan beliau muntah
عَنْ أَبِي مُوْسَى اَلْأَشْعَرِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : أَتَيْتُ النَّبِيَّ وَهُوَ يَسْتَاكُ بِسِوَاكٍ رَطْبٍ قَالَ وَطَرْفُ السِّوَاكِ عَلَى لِسَانِهِ وَهُوَ بَقُوْلُ أُعْ أُعْ وَالسِّوَاكُ فِيْ فِيْهِ كَأَنَّهُ يَتَهَوَّعُ
Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiallahu ‘anhu berkata : “Aku mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan dia sedang bersiwak dengan siwak yang basah. Dan ujung siwak pada lidahnya dan dia sambil berkata “Uh- uh”. Dan siwak berada pada mulutnya seakan-akan beliau muntah”. (HR. Bukhori dan Muslim)
Dan yang lebih menunjukan akan besarnya perhatian beliau dengan siwak yaitu bahwasanya diakhir hayat beliau, beliau masih menyempatkan diri untuk bersiwak sebagaimana dalam hadits ‘Aisyah :
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : دَخَلَ عَبْدُ الرَّحْمنِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِيْقِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَلَى النَّبِيِّ وَ أَنَا مُسْنِدَتُهُ إلَى صَدْرِي - وَمَعَ عَبْدِ الرَّحْمنِ سِوَاكٌ رَطْبٌ يَسْتَنُّ بِهِ – فَأَبَدَّهُ رَسُوْلُ اللهِ بَصَرَهُ، فَأَخَذْتُ السِّوَاكَ فَقَضِمْتُهُ وَطَيَّبْتُهُ، ثُمَّ دَفَعْتُهُ إِلَى النَّبِيِّ فَاسْتَنَّ بِهِ، فَمَا رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ اسْتَنَّ اسْتِنَانًا أَحْسَنَ مِنْهُ. فَمَا عَدَا أَنْ فَرَغَ رَسُوْلُ اللهِ رَفَعَ يَدَهُ أَوْ إِصْبَعَهُ ثُمَّ قَالَ : (فِي الرَّفِيْقِ الأَعْلَى) ثَلاَتًا، ثُمَّ قُضِيَ عَلَيْهِ
وَ فِي لَفْظٍ: فَرَأَيْتُهُ يَنْظُرُ إِلَيْهِ، وَ عَرَفْتُ أَنَّهُ يُحِبُّ السِّوَاكَ فَقُلْتُ آخُذُهُ لَكَ ؟ فَأَشَرَ بِرَأْسِهِ : أنْ نَعَمْ
Dari ‘Aisyah berkata: Abdurrohman bin Abu Bakar As-Siddiq radhiallahu ‘anhu menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan beliau bersandar di dadaku. Abdurrohman radhiallahu ‘anhu membawa siwak yang basah yang dia gunakan untuk bersiwak. Dan Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memandang siwak tersebut (dengan pandangan yang lama). Maka aku pun lalu mengambil siwak itu dan menggigitnya (untuk dibersihkan-pent) lalu aku membaguskannya kemudian aku berikan siwak tersebut kepada Rosulullah, maka beliaupun bersiwak dengannya. Dan tidaklah pernah aku melihat Rosulullah bersiwak yang lebih baik dari itu. Dan setelah Rosulullah selesai dari bersiwak dia pun mengangkat tangannya atau jarinya lalu berkata :
فِي الرَّفِيْقِ الأَعْلَى
Beliau mengatakannya tiga kali. Kemudian beliau wafat.
Dalam riwayat lain ‘Aisyah berkata, ”Aku melihat Rosulullah memandang siwak tersebut, maka akupun tahu bahwa beliau menyukainya, lalu aku berkata : ‘Aku ambilkan siwak tersebut untuk engkau?” Maka Rosulullah mengisyaratkan dengan kepalanya (mengangguk-pent) yaitu tanda setuju. (HR. Bukhori dan Muslim)
Oleh karena itu sebagian ulama berkata: “Telah sepakat para ulama bahwasanya bersiwak adalah sunnah muakkadah karena anjuran Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan kesenantiasaan beliau melakukannya dan kecintaan beliau serta ajakan beliau kepada siwak tersebut”.

                                                     *)Oleh: Ahmad Farid, Penulis adalah siswa kelas X A

 Maroji’
1.    Syarhul Mumti’ ‘ala Zadil Mustaqni’ jilid 1, karya Syaikh Muhammad Utsaimin
2.    Irwaul Golil jilid 1, karya Syaikh Al-Albani
3.    Taisirul ‘Alam jilid 1, Karya Syaikh Ali Bassam
4.    Fiqhul Islami wa Adillatuhu jilid 1, karya Doktor Wahbah Az-Zuhaili
5.    Taudihul Ahkam jilid 1, karya Syaikh Ali Bassam

0 komentar:

Posting Komentar

About Magazine

Foto saya
ATH THULLAB adalah majalah tahunan Madrasah NU TBS Kudus, yang di terbitkan oleh segenap PP-IPNU MA NU TBS. ATH THULLAB sekarang sudah mengijak pada edisi 17 dengan tampilan yang apik dan mengalami rovolusi serta pembaruan di berbagai rubrik. Akhir kata, Selamat membaca..

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More