Sejak dulu, komunitas ini kian hari kian berkembang.
Penjajahpun tak mampu memecah belahnya apalagi mengusiknya. Sampai sekarang,
sosok santri selalu tetap eksis dan kehadirannya mewarnai wajah pendidikan di
Indonesia.
“Carilah ilmu dari buaian sampai liang lahat”. Mungkin itulah
salah satu pedoman santri sehingga selalu tetap konsisten dalam mencari ilmu.
Tak kenal waktu, tak peduli umur. Komunitas yang didominasi oleh kawula muda
ini jarang disorot publik meskipun telah dikenal berabad-abad lamanya. Padahal,
mereka memiliki segudang kelebihan yang patut ditiru dan diterapkan dalam
keseharian masyarakat, lebih-lebih oleh pelajar berpendidikan formal di
Indonesia. Sebagian kecil diantara kelebihan mereka adalah metode belajar yang
secara turun-temurun memang sangat ampuh untuk dapat memahami pelajaran atau
fan ilmu yang masyhur dengan sebutan musyawarah atau dalam bahasa resminya
disebut diskusi.
Metode ini sering digunakan santri untuk lebih memahami suatu
kitab atau pelajaran tertentu. Jenis pelajarannyapun bermacam-macam,
diantaranya musyawarah fiqh dan nahwu.
Seringkali
kita jumpai di kalangan santri yakni kegiatan bahtsul masa’il atau lebih
simpelnya disebut musyawarah. Didalam musyawarah ini, ada 2 jenis cara berbeda
yang sering digunakan oleh santri. Pertama, sebelum musyawarah dimulai,
acapkali ada sebagian santri yang mengajukan pertanyaan seputar fiqhiyyah
sehingga santri lain yang tidak menjadi sa’il (penanya) dapat langsung mencari
ta’bir (jawaban beserta alasan) via kitab fiqh. Disini dapat kita
ketahui, bahwa santri tersebut tidak mencari jawaban saja, melainkan juga
mencari alasan yang rasional sesuai dengan referensi kitab yang dijadikan
pedoman. Selain itu, di dalam mencari jawaban, mereka sama sekali tidak meminta
bantuan Pak Kyai ataupun pembimbing. Kalaupun ada, itupun hanya sekedar
menanyakan seputar soal yang mungkin agak njelimet.
Pada
saat pelaksanaan musyawarah (dalam metode ini), mereka (yang bukan sa’il)
dituntut untuk menjawab dengan alasan masing-masing sesuai dengan referensi
kitab yang mayoritas berbeda. Apabila ditemukan perbedaan jawaban, maka pihak
yang berseberangan harus saling beradu argumen untuk mempertahankan jawaban
masing-masing. Inilah saat-saat yang paling ditunggu-tunggu dan menjadi bagian
konflik dalam musyawarah. Sesudah salah satu dari mereka ada yang menyerah,
atau tak satupun yang mau mengalah, maka jawaban bisa langsung dipertimbangkan
melalui dewan perumus dan dewan mushohhih (dewan pengesah). Dapat
disimpulkan bahwa tugas Pak Kyai dan pembimbing hanya mempertimbangkan jawaban
yang masuk dan memecahkan konflik permasalahan. Sedangkan santri harus
benar-benar berjibaku sekuat tenaga, akal dan pikiran, mengingat metode ini
menuntut mereka untuk berkembang secara mandiri tanpa bantuan orang lain, sehingga
keberanian dan ketrampilan santri dalam berargumen benar-benar terlatih secara
mumpuni. Metode ini cenderung sering digunakan dalam fan fiqh saja.
Kedua,
musyawarah yang menuntut santri untuk benar-benar dapat membaca dan
memahami isi kitab salaf. Pasalnya, salah seorang santri harus membaca dan
menjelaskan isi kitab salaf terlebih dahulu, sementara santri yang lain
mendengarkan kemudian menanyakan tentang tarkib atau makna ataupun murod
(penjelasan) bila ada yang merasa janggal terhadap bacaan si Qori’
(pembaca). Setelah itu, apabila terdapat kontradiksi antara si Qori’
dengan si Mustami’ (pendengar), maka antara keduanya diharuskan untuk
beradu argumen berdasarkan referensi kitab masing-masing. Disini kita dapat
mengetahui untuk yang kesekian kalinya bahwa si santri memang harus selalu
berkutat dengan bermacam-macam kitab sehingga dirinya memiliki banyak wawasan
untuk berargumen. Oleh karenanya, pengetahuan mereka bisa dibilang mencapai cakupan
yang amat luas, sehingga setelah menyelesaikan studinya, mereka dapat diuji
ketrampilan dan kecakapannya akan ilmu agama oleh masyarakat. Untuk metode yang
kedua ini bisa digunakan untuk berbagai macam pelajaran yang diinginkan.
Demikianlah
sekilas tentang metode belajar santri yang memang benar-benar terbukti ampuh
dipandang dari keberhasilan santri di tengah-tengah masyarakat pada saat ini.
Semoga kita dapat meniru cara belajar mereka atau malah pemerintah dapat
mengadopsi metode mereka sehingga kualitas pendidikan di Indonesia menjadi
lebih maju dan berkembang.
*)Oleh: Ahmad Fakhri Azizi, Sekretaris Writer Society of TBS 2009
0 komentar:
Posting Komentar