Para perancang mode pakaian biasanya
cenderung untuk “memodernisasi” potongan pakaian sesuai kreasi mereka. Hal ini
dapat kita lihat betapa pesatnya perkembangan mode itu. Setiap saat ada saja
kreasi-kreasi baru yang dengan sekejap mata telah merata.
Muda-mudi senang
sekali memakai pakaian dengan mode baru, suatu hal yang membuktikan bahwa mode
baru itu mempunyai daya pikat kuat terhadap kaum remaja. Terlebih berkembangnya
mode pakaian pada wanita, maka nampaklah berkembang secara pesat mode tersebut.
Mode pakaian pada remaja putri sudah cukup “maju”. Bahwa pakaian yang fungsinya
justru sebagai penutup rahasia tubuh (aurat), kini potongan pakaian itu dibuat
semakin nyeksi dan menggetarkan syahwat.
Mode pakaian yang lebih banyak
menonjolkan syahwat atau keseksian tubuh wanita, yang pada mulanya di produksi
dan diintroduksi di dunia barat oleh para perancang mode disana, kini telah
terpengaruh dan berjangkit melanda sebagian besar masyarakat kita. Menurut para
ahli sosiologi, mode adalah penyakit mental epidemic, dimana masarakat
penirunya di jangkit penyakit gangguan jiwa, sehingga mereka cenderung
meniru-niru tanpa pertimbangan cocok atau tidak. Kreasi mode itu dicaplok
begitu saja tanpa pemikiran yang matang. ‘Demam meniru’ ini merupakan semacam
penyakit mental, asal meniru saja tanpa mengetahui apakah potongan pakaian
seperti itu selaras atau harmonis dengan keadaan badaniah atau keadaan alamiah
setempat.
Bagaimana dengan
hukum islam? apakah islam menolak mode? tidak, asalkan mode pakaian itu menutup
aurat.
Oleh karena itu, model pakaian orang
islam Indonesia tidak perlu sama persis dengan pakaian orang barat. Namun suatu
hal yang harus sama adalah bahwa pakaian orang islam dimana saja harus menutupi
aurat, sebab aurat yang terbuka adalah salah satu pertanda bahwa moralitas
mulai ambruk. Sejak beberapa dekade terakhir ini, di beberapa desa atau kampung
yang telah banyak mendapat pengaruh dari luar akibat hubungan-hubungan yang
lebih terbuka sebagai akibat kemajuan komunikasi masa, serta pengaruh sampingan
modernisasi dan pengaruh modepun terlihat disana. Suatu hal yang tak dapat
disaksikan pada puluhan tahun yang silam. Apabila mode pakaian yang lebih
banyak ini membuka aurat ini dianggap sebagai modern, maka masalah ini harus
mandapat perhatian serius dari keluarga-keluarga muslim. Etika dalam cara kita
bergaul kini sudah ditinggalkan, mode banyak di nomor satukan, seakan-akan
mereka tidak mau ketinggalan zaman.
Islam tidak menampik mode (estetika)
pakaian, tetapi justru sebaliknya. Islam menghargai kekreatifitasan, karena itu
mendorong daya cipta dan selalu menggalakkannya untuk selalu mencipta dan
berkreasi. Dalam hal teknologi dan mode, suatu unsur kebudayaan barat yang
begitu maju dan dikagumi, yang juga banyak dipakai dan diambil alih oleh banyak
negara modernisasinya. Pemakaian dan pengambilalihan teknologi serta mode
itupun tak usah membuat suatu bangsa menjadi barat, remaja muslim Indonesia
harus menjadi remaja muslim Indonesia, remaja adalah masa depan. Jika remaja selamat
maka akan selamat masa depan umat.
Diluar sana, musuh-musuh islam membuat
jebakan untuk remaja supaya mereka hancur lebur hingga tak dapat diharapkan
lagi. Agar memiliki pola pikir dan tingkah laku islami, maka remaja wajib
dididik dan dibina berdasarkan akidah islam. Kini yang dibutuhkan masyarakat
adalah remaja yang bertaqwa, mengerti akidah islam dan beriman. Memang tidaklah
mudah jika kita hidup pada jalan Allah, jalan yang penuh keridloan dan juga
ketaatan. Pada saat ini, remaja yang beriman bagaikan ikan yang hidup di permukaan
aspal yang kering dan panas, menggelepar kepanasan. Jika tidak ada yang segera
menolongnya dari kekejaman tersebut, maka ikan itu akan benar-benar mati. Dari contoh
tersebut, kita bisa melihat jika remaja-remaja muslim sekarang seperti itu,
maka beberapa tahun yang akan datang, remaja tentu sudah tidak bisa diharapkan
dan di banggakan. Janganlah jual jati diri ini, jadilah remaja muslim yang
sopan dan berwibawa serta mampu mengangkat norma-norma keislaman.
*) Oleh : M. Jamalluddin, Penulis adalah siswa kelas XI IPA 1
0 komentar:
Posting Komentar